BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Paradigma yang berkembang mengenai
teori evolusi adalah penyangkalan teori evolusi dan cenderung
mendehumanisasikan manusia melalui sejarahnya. Karena manusia dalam teori
evolusi berasal dari kera. Tidak sedikit kalangan yang mengkritik habis teori
evolusi hanya berupa dongengan belaka. Terutama dari kalangan agamawan yang
menentang habis teori evolusi sebagai teori yang mutad dan menentang kebesaran
Tuhan. Tetapi apakah yang mendasari mereka mengatakan teori evolusi sebagai
sebuah ajaran yang murtad. Apakah tidak ada nilai baik yang dapat diambil inti
dari teori evolusi ini?
Harun Yahya dalam karyanya yang
berjudaul “Menyibak Tabir Evolusi” adalah salah satu tokoh yang menentang
hadirnya teori evolusi. Beliau beranggapan bahwa asal mula manusia bukanlah
berdasarkan serangkaian kejadian yang terjadi secara kebutalan dari satu
spesies, tetapi melainkan melalui Sang Maha Kuasa. Tetapi apakah benar teori
evolusi hanya berupa teori yang menerangkan kejadian awal mula manusia?
Disinilah paradigma yang berkembang
dari teori evolusi mengalami kekeliruan yang mendasar. Teori evolusi bukanlah
suatu teori yang hanya menjabarkan kejadian asal mula manusia, tetapi teori
evolusi lebih dari itu. Teori evolusi merupakan suatu hasil penelitian ilmiah
yang menerangkan keserupaan antara berbagai jenis makhluk hidup yang dahulu dan
masa kini. Dan itu bukanlah merupakan penjabaran mutlak dari mana asal muasal
manusia atau siapakah makhluk hidup yang pertama dimuka bumi ini seperti anggapan
para penentang teori evolusi.
Memang pada awalnya—sewaktu abad 19,
teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin menerangkan perbandingan antara
manusia dan hewan (dalam kasus ini kera). Tetapi andaikan teori evolusi ini
diterima beberapa kalangan yang menentang sebagai sebuah teori yang terbuka,
maka akan tampaklah nilai-nilai baik yang tidak mendehumanisasikan manusia.
Lebih dari itu, teori ini merupakan titik pijak dari berkembangnya pengetahuan
manusia tentang sejarah kehidupan manusia.
Terasa dan memang sangat sulit untuk
menerima akan keterbukaan teori ini sebagai sebuah pengetahuan yang terbuka.
Banyak kalangan yang tidak dapat memisahkan antara ranah agama dan pengetahuan
ilmiah (sains). Banyak kalangan yang tidak dapat memisahkan kedua ranah ini dan
menyetujui bahwa menerima pemisahan agama dan ilmu pengetahuan adalah sebuah
jalan menuju kemaksiatan dan kemurtadaan. Tetapi lebih dari itu, pemisahan ilmu
pengetahuan dan agama merupakan sebuah jalan dari pengagungan yang lebih dari
Sang Kholik.
Mereka yang menyetujui teori evolusi
sebagai sebuah pengetahuan mengemukakan bahwa teori evolusi adalah sebuah
bentuk pengetahuan yang layak untuk disajikan. Hal ini bukanlah tanpa anggapan
yang tidak ilmiah. Sebagai ilmuwan, mereka mengemukakan gagasan yang relevan
dan masuk diakal untuk diberikan pada masyarakat. Sebagai contoh mengapa teori
evolusi merupakan serangkaian seleksi alam dalam keidupan.
Selain dalam bidang ilmiah, teori
evolusi inipun dikembangkan dalam bidang sosial. Karl Marx adalah salah satu contoh
dari pengembang dibidang sosial. Teori evolusi merupakan bentuk dari sebuah
proses yang membebaskan penganiayaan manusia berdasarkan seleksi alam.
Penyimpulan ini dikarenakan banyaknya masyarakat kelas pekerja yang akan tunduk
pada kaum borjuis. Tetapi lagi-lagi dengan melalui sebuah proses yang lama
namun pasti (evolusi), kaum proletar akan mendapatkan hak-hak hidupnya. Oleh
sebab itu dalam pembahasan makalah kami ini akan membahas teori evolusi dalam
bidang ilmu sosial.
B.
Rumusan Masalah
Dari mukadimah diatas, sekiranya terdapat beberapa
point yang akan dijadikan perumusan masalah. Diantaranya:
- Apakah
teori evolusi itu ?
- Bagaimanakah
macam-macam teori evolusionis?
- Bagaimanakah
pandangan tokoh sosial tentang teori evolusionis?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Evolusionis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
evolusi berarti perkembangan atau pertumbuhan yang berangsur-angsur. Namun
dalam artian epistimologi, evolusi berarti perubahan secara perlahan namun
pasti menuju kesuatu titik.
Pada bidang
Sosiologi, kita kenal Teori Evolusi Sosial yang dipopulerkan oleh Sir Herbert
Spencer (1820-1903), yang menyatakan bahwa masyarakat berkembang dari bentuk
yang sederhana, tidak teratur menjadi bentuk yang koheren dan teratur.
Sementara itu, pada kajian Hubungan International, dikenal juga teori
International Darwinism dengan konsep negara yang paling kuatlah yang akan
menang dalam setiap kancah persaingan internasional.
Evolusi Sosial
digambarkan sebagai serangkaian perubahan sosial pada masyarakat yang
berlangsung lama dan berawal dari kelompok suku dan/atau masyarakat sederhana
dan homogen kemudian secara bertahap menjadi masyarakat yang lebih maju dan
akhirnya menjadi masyarakat modern yang heterogen, kompleks dan diferensiasi
fungsi. Dalam menjalani tahapan-tahapan perubahan tersebut setiap kelompok
masyarakat mempunyai metode/cara yang tidak sama karena menyesuaikan dengan
unsur budaya lokal. Adalah pemikiran Auguste Comte sebelum Herbert Spencer,
yang menitikberatkan bahwa masyarakat adalah pemimpin yang memiliki kedudukan
dominan terhadap individu manusia pribadi.
Pandangan Herbert Spencer
dalam evolusi sosial terkenal dengan sebutan Darwinisme Sosial atau Social Darwinism meskipun
Teori Evolusi Darwin hanyalah memberikan inspirasi bagi teori evolusi sosial
dan sama sekali bukan buah pemikiran Darwin. Hanya karena Herbert Spencer
melihat ada kesamaan dalam teori evolusi darwin maka kadang manusia disebutnya
sebagai organisme.
Dalam ilmu Psikologi hal ini lebih dikenal dengan teori Coping Behaviour.
Darwinisme Sosial menggambarkan bahwa perubahan
dalam masyarakat berlangsung secara evolusioner (lama) yang dipengaruhi oleh
kekuatan yang tidak dapat diubah oleh perilaku manusia. Individu menjadi poros
utama perubahan. Meski masyarakat dapat dianalisis secara struktural, namun
individu pribadi adalah dasar dari struktur sosial, karena Spencer memandang
sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mengenai hakikat manusia secara
inkorporatif. Struktur sosial dibangun untuk memenuhi keperluan anggotanya. Teori
Spencer mengedepankan perjuangan hidup dan karenanya sangat cocok dengan
perkembangan kapitalisme, liberalisme dan individualisme. Hal ini dituangkan
dalam buku Principles of Sociology, 1855.
B.
Macam-macam teori evolusionis.
Teori ini pada dasarnya berpijak
pada perubahan yang memerlukan proses yang cukup panjang. Dalam proses
tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mencapai perubahan
yang diinginkan. Ada bermacam-macam teori tentang evolusi. Teori tersebut
digolongkan ke dalam beberapa kategori, yaitu unilinear theories of
evolution, universal theories of evolution, dan multilined theories of
evolution.
a. Unilinear Theories of Evolution
Teori ini berpendapat bahwa manusia
dan masyarakat termasuk kebudayaannya akan mengalami perkembangan sesuai dengan
tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan
akhirnya sempurna. Pelopor teori ini antara lain Auguste Comte dan Herbert
Spencer.
b. Universal Theories of Evolution
Teori ini menyatakan bahwa
perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap.
Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Menurut
Herbert Spencer, prinsip teori ini adalah bahwa masyarakat merupakan hasil
perkembangan dari kelompok homogen menjadi kelompok yang heterogen.
c. Multilined Theories of Evolution
Teori ini lebih menekankan pada
penelitian terhadap tahaptahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat.
Misalnya mengadakan penelitian tentang perubahan sistem mata pencaharian dari
sistem berburu ke sistem pertanian menetap dengan menggunakan pemupukan dan
pengairan.
C.
Pandangan Paul B. Horton dan Chester
L. Hunt Tentang Teori Evolusi.
Menurut Paul B. Horton dan Chester
L. Hunt, ada beberapa kelemahan dari Teori Evolusi yang perlu mendapat
perhatian, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Data yang menunjang penentuan tahapan-tahapan dalam
masyarakat menjadi sebuah rangkaian tahapan seringkali tidak cermat.
b. Urut-urutan dalam tahap-tahap perkembangan tidak
sepenuhnya tegas, karena ada beberapa kelompok masyarakat yang mampu melampaui
tahapan tertentu dan langsung menuju pada tahap berikutnya, dengan kata lain
melompati suatu tahapan. Sebaliknya, ada kelompok masyarakat yang justru
berjalan mundur, tidak maju seperti yang diinginkan oleh teori ini.
c. Pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial
akan berakhir pada puncaknya, ketika masyarakat telah mencapai kesejahteraan
dalam arti yang seluas-luasnya. Pandangan seperti ini perlu ditinjau ulang,
karena apabila perubahan memang merupakan sesuatu yang konstan, ini berarti
bahwa setiap urutan tahapan perubahan akan mencapai titik akhir.
Teori evolusi
dalam ilmu sosial pada dasarnya digolongkan kedalam Teori Perubahan
sosial,sehingga Menurut Paul Bohannan dalam Soerjono Soekanto (1982,315),
perubahasan sosial evolusi adalah perubahan- perubahan yang memerlukan waktu
yang lama, dimana terdapat suatu rentetan perubahan- perubahan kecil yang
saling mengikuti dengan lambat. Pada evalusi, perubahan- perubahan terjadi
dengan sendirinya, tanpa suatu rencana ataupun suatu kehendak tertentu.
Perubahan- perubahan terjadi oleh karena usaha- usaha masyarakat untuk
menyusaikan diri dengan keperluan- keperluan, keadaan-keadaan dan
kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Rentetan perubahan-perubahan tersebut, tidak perlu sejalan dengan rentetan
peristiwa –peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersakutan.
Berdasarkan
penjelasan Paul di atas maka ciri-ciri perubahan evolusi adalah:
1.
Perubahan
terjadi dengan sendirinya (perubahan alami)
2.
Perubahan membutuhkan rentan waktu yang lama
3.
Perubahan terjadi karena usaha manusia untuk
mendapatkan kebutuhan sesuai dengan kondisi yang ada disekitar kehidupan
manusia (kondisi-kondisi baru).
4.
Penggerak
perubahan bukan tergantung institusi/struktur sosial namun kebutuhan dan
kondisi riil yang ada.
Perubahan sosial evolusi biasanya
terjadi pada masyarakat tradisional, yaitu masyarakat yang memiliki struktur
sosial tertutup (tidak memiliki akses informasi dari lingkungan eksternal). Dan
biasanya persoalan yang terkait dengan immaterial tidak dapat dilakukan
perubahan. Contoh, masyarakat di bali yang memiliki strata sosial ksatria,
brahmana, waisyak, dan sudra. Masyarakat digolongkan pada kelas tertentu atas
dasar keturunan bukan keterampilan seperti di masyarakat modern (open society).
Oleh karena itu masyarakat sulit merubah status sosial yang dimiliki.
Teori perubahan sosial evolusi
seperti yang dijelaskan di atas menenuai banyak kritikan dan pertanyaan.
Misalnya Soerjono Soekanto dalam buku pengantar sosiologi (buku rujukan
sosiologi sekolah dasar hingga perguruan
tinggi) mempertanyakan seperti berikut ini “apakah suatu masyarakat berkembang
melalui tahap- tahap tertentu. Lagipula adalah sangat sukar untuk memastikan
bahwa tahap yang telah dicapai dewasa ini, merupakan tahap terakhir dan
sebaliknya telah berkembang secara pasti, apakah pasti menuju ke bentuk
kehidupan sosial yang lebih sempurna apabila dibandingkan dengan keadaan dewasa
ini, atau bahkan sebaliknya?”. Atas pertanyaannya itu Soerjono Soekanto
mengatakan “para sosilog telah banyak meninggalkan teori-teori evolusi tentang
masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Inti dari evolusi bukanlah sebuah
ilmu yang bisa dijadikan tolak ukur dalam mencari kebenaran tentang alam raya
maupun manusia yang berada didalamnya. Maka untuk alasan apapun evolusi tidak
dapat dijadikan satu-satunya tolak ukur dalam memandang manusia dan alam
semesta. Evolusi hanya bersifat hipotesis dan kebenarnnya terbatas pada dunia
empiris. Implikasi etis yang seharusnya ialah evolusi mampu untuk menghantarkan
manusia pada peradaban baru yang lebih maju dan mensejarah, Karena manusia pada
dasarnya adalah mahluk sosial yang selalu hidup bersama dan terus menerus
berubah. Mahluk yang bebas untuk menentukan dirinya serta terikat oleh
nilai-nilai Norma sosial.
Sehingga dapat kamisimpulkan bahwa
dalam teori evolusionis lebih menitik beratkan pada bagaiman perubahan-perubahan
dalam masyarakat memiliki mekanisme tertentu sehingga dalam proses perubahanya
akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Poerwadarminta. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. Cetakan XIV. 1995.
Ø Ritzer Georger. Teori sosiologi.
Bantul. Kreasi Wacana. Cetakan ke VI. 2011.